hitam & poetih

Rabu, 16 Maret 2011

Kronologis Pengedaran Narkotika di NusaKambangan

Rapat penting berlangsung di markas Badan Narkotika Nasional (BNN), kawasan Cawang, Jakarta Timur. Jumat dua pekan lalu itu, 15 perwira duduk melingkari meja bundar. Mereka tengah berbagi tugas: membahas siapa yang jadi pengintai, siapa yang terjun untuk membekuk buruan mereka. Di ruangan yang sama, Direktur Narkotika Alami BNN Benny Mamoto sibuk dengan telepon selulernya. Dia terus memastikan informasi rahasia adanya kegiatan bisnis narkoba di penjara Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Benny menentukan waktunya: empat hari lagi mereka akan "menyerbu" ke pulau itu.
Dua hari kemudian rapat kembali digelar. Kali ini di sebuah ruang salah satu restoran di Cilacap. Sepuluh orang hadir dalam rapat itu. Seorang anggota tim, dengan terperinci, memaparkan cara masuk ke Nusakambangan secara rahasia. "Sengaja kami pilih restoran, biar tidak mencolok," kata Benny kepada Tempo, Jumat pekan lalu. "Soalnya, di Cilacap banyak mata-mata penjara."
Selasa pekan lalu, sekitar pukul 15.00 tim Benny masuk ke Nusakambangan. Mereka masuk lewat jalan tak biasa, bukan dermaga, yang penuh petugas penjara. Naik sampan dari salah satu tempat yang cukup jauh dari dermaga, pasukan Benny menuju sebuah dermaga kecil dekat penjara. Dari sini, dengan cepat, mereka kemudian masuk kompleks penjara Nusakambangan. "Kami langsung masuk ke kantor kepala penjara," kata Benny.
Tapi yang dicari tak ditemukan. Lima menit kemudian masuklah Marwan Adli, Kepala Penjara Narkotika. Dia kaget melihat kehadiran Benny. Benny segera mengeluarkan surat perintah untuk memeriksa Marwan dan ruangannya. Marwan tak berkutik. Ia juga diminta memanggil dua anak buahnya, yakni Kepala Keamanan Penjara, Iwan Saefuddin, dan Kepala Seksi Pembinaan Narapidana, Fob Budhiyono.
Tiga ruangan "diacak-acak" tim BNN. Di sana ditemukan, antara lain, sejumlah ponsel, komputer jinjing, alat penguat sinyal telepon, dan buku catatan milik Marwan. Dalam buku itu tertulis sejumlah catatan transaksi lewat rekening yang diduga berkaitan dengan bisnis narkoba di sana.
Hari itu juga Benny membawa Marwan, Iwan, dan Fob ke Jakarta. Mereka ditetapkan sebagai tersangka. Tuduhannya: diduga ikut membantu peredaran narkotik di Nusakambangan. Ketiganya juga diduga telah menerima suap dari Giam Hartoni Jaya Buana, terpidana kasus narkoba yang mendekam di Nusakambangan. Pada Februari lalu, Hartoni lebih dulu dibekuk aparat kepolisian Cilacap.
Perkembangan penangkapan Marwan berlangsung cepat. Badan Narkotika kemudian membekuk dua perempuan jaringan Hartoni, berinisial MW dan R, di Banjarmasin. Dicokok pula Rinald, 18 tahun, yang dikenal sebagai cucu angkat Marwan. Petugas mencurigai Marwan menampung uang hasil setoran Hartoni lewat rekening yang dibukanya atas nama Rinald.

l l l
"Anjingnya bagus, umur berapa?" tanya Benny kepada pria paruh baya yang membawa seekor anjing ras. "Sembilan tahun," ujar sang pria sembari melenggang ke sebuah rumah di luar Penjara Narkotika Nusakambangan yang terletak dekat kandang sapi. Percakapan itu terjadi pertengahan Februari silam setelah tim BNN melakukan pemeriksaan urine terhadap petugas dan narapidana di penjara tersebut.
Benny tak tahu bahwa yang disapa itu adalah narapidana yang mestinya mendekam di dalam sel. Belakangan, setelah mengetahui bahwa pria itu adalah Hartoni dan mendapat sejumlah keistimewaan di penjara itu, Benny segera menyelidiki pria tersebut. Sejumlah informan dikerahkan untuk memata-matai Hartoni berikut hubungannya dengan para pejabat penjara Nusakambangan.
Di sinilah praktek Hartoni mulai tercium kuat. Hartoni diketahui beberapa kali menyelundupkan sabu ke Nusakambangan. Selain menjual kembali, Hartoni memakai sabu itu untuk dirinya sendiri. Akhir Februari silam, aparat kepolisian Cilacap menggerebek sebuah rumah yang didirikan Hartoni di dekat kandang sapi itu. Di sana petugas menemukan 380 gram sabu-sabu. Hartoni pun dicokok tanpa perlawanan.
Setelah Hartoni dicokok, Badan Narkotika menelusuri aliran uang yang digerojokkan Hartoni kepada para pejabat penjara tersebut. Hartoni ditengarai berhasil mendapatkan sejumlah keistimewaan berkat uang suap yang disetorkannya kepada sejumlah pejabat penjara. Ia, misalnya, dengan leluasa bisa menggunakan ponsel yang dilengkapi dengan alat penguat sinyal. Dengan perangkat inilah ia mengatur dan mengontak jaringan narkobanya di luar Nusakambangan.
Jaringan Hartoni terutama berada di Banjarmasin dan Surabaya. Untuk memasukkan narkoba ke Nusakamba-ngan, ia meminta kaki tangannya mengirim benda laknat pesanannya itu ke alamat sipir-juga kaki tangannya-di Cilacap. Sipir inilah yang lantas menenteng paket itu masuk Nusakambangan.
Badan Narkotika menemukan bukti uang hasil bisnis narkoba Hartoni masuk ke rekening MW dan R. Benny menduga, dari dua perempuan ini pulalah jatah untuk Marwan dikirim masuk rekening Rinald. Adapun Iwan dan Fob menerima jatah masing-masing secara cash.
Marwan menolak jika ia disebut terlibat bisnis narkoba dan jadi kaki tangan Hartoni. Dia menyatakan rela dihukum mati jika terbukti ikut mengedarkan narkotik atau memiliki rekening untuk menampung duit setoran dari Hartoni. "Saya akan minta jaksa menghukum mati saya jika melakukan semua itu," ujarnya.
Sumber Tempo yang ikut menangkap Marwan menyatakan pihaknya cukup kuat memiliki bukti-bukti keterlibatan Marwan. "Dia tidak hanya disogok memakai uang, tapi juga dengan sabu," ujar sumber itu. "Satu transaksi nilainya sekitar Rp 50 juta."
Benny menolak berkomentar tentang bantahan Marwan ini. Badan Narkotika kini memakai cara lain lagi untuk menelusuri soal duit narkoba ini. Lembaga ini menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk melacak serta menelusuri pengiriman dan penerimaan uang dalam rekening para tersangka serta semua orang yang diduga punya kaitan dengan kasus ini.

l l l
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar sudah mencopot Marwan dari jabatannya sebagai kepala penjara. Langkah yang sama dilakukan terhadap Iwan dan Fob Budhiyono. "Supaya pemeriksaan terhadap mereka lancar," kata Patrialis.
Menurut Direktur Informasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Murdiyanto, ini untuk pertama kalinya seorang kepala penjara dicopot karena terlibat kasus narkoba di penjara yang ditanganinya. Marwan, ujar Murdiyanto, sudah tiga tahun mengepalai Penjara Narkotika Nusakambangan. Sebelumnya, Marwan merupakan Kepala Penjara Kelas II-A Kalabahi, Nusa Tenggara Timur. Tiga tahun, ujar Murdiyanto, sebenarnya terbilang lama untuk seseorang menjadi kepala penjara.
Para petugas penjara Nusakamba-ngan memang bisa dibilang tak bersih dari godaan memakai narkoba. Dalam dua tahun terakhir, tercatat ada 28 petugas di penjara itu yang berurusan dengan narkoba. Dari hasil pengecekan air seni terhadap para petugas dan narapidana di Penjara Narkotika Batu dan Besi, misalnya, ditemukan sebelas orang positif memakai narkoba.
Penangkapan Hartoni dan Marwan bukanlah akhir operasi BNN di penjara itu. Sumber Tempo di lembaga itu menyebutkan ada narapidana yang tengah diintai karena diduga memiliki jaringan bisnis narkoba hingga Amerika Latin. Benny tak membantah soal ini. Menurut Benny, memang ada seorang kurir narkoba yang tertangkap di Ekuador dan "bernyanyi" tentang jaringan narkoba di Nusakambangan. "Masih banyak biang keroknya di sana."
Di Penjara, Bisnis Terus Jalan
Giam Hartoni Jaya Buana, 51 tahun, terpidana narkotik, diduga mengendalikan bisnis narkoba dari Nusakambangan.
1. Mengatur bisnis narkoba di luar penjara
Hartoni memesan barang lewat telepon yang dimilikinya ke bandar di luar penjara (biasanya Jakarta atau Surabaya).
Hartoni mempekerjakan dua wanita (MW dan R) di Banjarmasin, yang rekeningnya digunakan untuk transaksi.
MW dan R juga diperalatnya untuk memastikan semua bisnis haramnya berjalan lancar dan sampai ke tangan pemesan.
2. Memasukkan narkoba ke Nusakambangan
Hartoni memesan barang lewat telepon (biasanya di Jakarta).
Setelah harga disepakati, barang dikirim menggunakan alamat seorang sipir di Cilacap yang disetujui kepala penjara, Marwan Adli.
Sipir membawa barang itu melalui jalan tikus, sebuah sungai, yang melewati rumah Hartoni di dekat kandang sapi, di dekat Penjara Narkotika.
fotoPenjara Narkotika Nusakambangan:
- Dibangun pada 2004.
- Dirancang untuk kapasitas 600 orang,
- Kini dihuni 278 narapidana narkoba kelas kakap.
- Terdiri atas dua blok, A dan B.
- Terdapat fasilitas perpustakaan, ruang kerajinan, lapangan olahraga, dan masjid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar